Seperti biasa hari ini tetap terasa membosankan. Bangun pagi jam 05.30, langsung mandi, tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi, tiba-tiba sakit perut, tuuutt.........tuuuuuttt.........siapa hendak turut, ke WC.....numpang boker. Setelah melakukan ritual tersebut setiap pagi, langsung saja menghampiri meja makan, mengecek apakah ada sesuatu yang bisa dijadikan korban sarapanku. Begitu kenyang, langsung aja berangkat ke kampus dengan menunggangi sepeda motor ber-tikus. Gimana nggak kayak tikus, tiap kali direm, pasti ada bunyi: "Ciiitt...........ciiiiiit........ciiiiiiiiittt.......... Cit cit cit cit cuicit cit cit cuit, ayam bertelor". Jadi ingat lagunya Joshua "si anak ajaib" waktu masih kecil dulu. Tapi bangga juga sih punya sepeda motor seperti itu, karena remnya memiliki fungsi ganda. Selain untuk mengurangi laju kendaraan, bisa skalian berfungsi sebagai klakson dengan nada dering bagaikan tikus kawin. Hehehehe...... =)
Nah, sesampainya di kampus, disinilah waktu penyiksaan itu berlangsung. Masuk kelas jam 08.00, langsung saja dosen yang memberikan mata kuliah pertama menjelaskan materi kuliah dengan semangat. Nggak tau deh mahasiswanya ngerti ato nggak. Yang penting dia ngoceh aja terus. Malah ada seorang dosen yang dengan mudah dapat di "belok" kan bahan pembicaraannya. Misalkan, saat dia membahas materi kuliah dikelas, tiba-tiba saja pembahasannya beralih ke bagaimana keadaan pacar sang dosen, atau langsung beralih ke perbincangan peralatan apa yang dipakai oleh sang dosen dulu saat beliau masih kuliah, berapa harga peralatan tersebut. Aneh kan?? Nggak penting juga kan?? Tapi bagaimanapun , itulah lingkungan perkuliahan yang sedang aku hadapi sekarang ini. Banyak hal aneh yang memang kadang-kadang diluar kendali manusia normal.
Ngomong-ngomong soal kenormalan, hari ini juga saya lewati dengan kondisi yang tidak normal. Bayangin deh, ada cowok cakep bin bohai yang di lehernya ada tatto bergambar bibir tebal warna merah. Ceritanya begini, setelah selesai jam kuliah untuk mata kuliah Sistem Informasi, aku bersama Luci dan Haqqi belajar bahan ujian untuk kuis bahasa mandarin jam 1 siang. Tapi emang dasarnya mirip babi walopun ceking, aku ketiduran saat baca bahan ujiannya. Nah, saat aku sedang mimpi ketemu Pamela Andersson, ide gila si Luci mulai muncul deh. Emang nggak bisa liat aku senang deh tuh anak. Dengan perasaan bangga, dia mulai menuang ide dari karya seninya berupa gambar bibir tebal (sepertinya sih lebih mirip bibirnya Omaswati) di leherku dengan spidol merah. Setelah selesai menggambar, dia lalu tertawa terbahak-bahak dengan bangganya lalu menunjukkan hasil karyanya itu ke Haqqi. Mereka berdua tertawa bersama. Gila aja, teman paling baik dikerjain juga. Saat aku melihat bentuk bibirnya di kaca, lucu juga sih liat tampangku dengan bekas bibir itu. Aku sih nyantai aja dengan keberadaan bibir itu di leherku. Aku ngomong ke Luci, pokoknya orang yang menggambar bibir itu harus menghapusnya dengan tangannya sendiri. Tapi yah.... bukan Luci namanya kalo nggak jail. Gambarnya dibiarin aja. Akhirnya aku pun memutuskan untuk menutupi gambar itu dengan kerah baju, meskipun tetap aja masih bisa kliatan walaupun agak samar-samar.
Setelah kejadian itu terjadi, bencana berikutnya pun datang. Aku bersama Haqqi dan Luci sedang berada di kantin setelah belajar bersama. Saat itu sih emang bukan jam istirahat, tapi kami emang lagi kosong jam kuliah, tinggal menunggu jam kuis mandarin yang rencananya aku nggak akan ikut. Maklum anak muda, kerjanya senang-senang dulu, jadi lupa belajar deh. Sesaat setelah selesai makan, bel istirahat pun berbunyi. Para mahasiswa pun berlomba-lomba menuju kantin dengan liarnya. Nggak ketinggalan teman-temanku yang sama-sama nggak normalnya dengan aku pun ikut datang. Tersebutlah mereka yang datang ke kantin, yaitu Winda, Meidiana, dan Rara. Dengan seketika perasaanku berubah nggak karuan, seperti perasaan orang yang lagi menahan untuk boker, jadi semakin nggak menentu. Akhirnya dengan perasaan bangga, Luci menceritakan keadaanku yang hina ini ke Winda. Begitu si Winda tau, dia langsung menggunakan hak vetonya, perjanjian antara aku dan Winda dimana aku harus menuruti semua keinginannya selama dua minggu. Perjanjian ini terjalin karena dia udah mau minum ramuan yang teman-temanku buat dari kuah soto dicampur sambel, kulit jeruk 2 biji, es batu, kecap, air teh, dan sirup. Karena sebelumnya aku udah memperkirakan hal ini bakalan terjadi, aku langsung aja buru-buru meninggalkan TKP.
Setelah kejadian itu berlalu, ternyata Luci belum juga memiliki inisiatif untuk menghapus tanda bibirnya dari leherku. Jadilah aku orang aneh yang pake baju dengan kerah leher berdiri dengan gagah berani. Aku memutuskan untuk menghabiskan waktu di warnet kampus sambil menunggu waktu latihan karate jam 5 sore. Saat jarum jam menunjukkan pukul 15.00, durasi pemakaian komputerku habis. Aku lalu keluar, tapi malah ketemu Winda lagi. Apa mau dikata, takdir ternyata tidak berpihak denganku. Begitu dia liat aku, langsung saja hak veto itu digunakan lagi. Akhirnya aku nggak bisa mengelak lagi. Aku melipat kerah baju, dan terlihatlah aib yang selama ini aku sembunyikan di hadapan teman-temanku. Apa mau dikata lagi, nasi sudah menjadi bubur, dicampur dengan telor dadar, rasanya pun sangat nikmat......
Berhubung saat itu sangat panas dan aku merasa ngantuk, aku lalu mengajak Winda ke kantin. Niatnya sih pengen beli minuman dingin gitu, tapi kayaknya keputusanku berakibat fatal deh. Saat aku memesan minuman, mbak-mbak yang jaga kantin langsung ketawa terpingkal-pingkal kayak orang kesurupan. Akhirnya dengan modal nekat plus nggak tau malu, aku cuek aja dengan reaksi mereka. Begitu aku selesai memesan minuman, aku langsung mendapati si Winda duduk di meja yang meja sebelahnya juga lagi banyak mbak-mbak kantinnya yang lagi nganggur. Begitu aku duduk, spontan aja mereka langsung ketewa sambil mukul-mukul meja. Langsung aja kantin jadi rame dan reaksi mereka itu mengundang rasa penasaran mbak-mbak kantin yang lain yang belum tau keadaanku yang sangat nggak normal itu. Waduh...waduh.... Untung aja urat malu-ku udah putus, jadi nggak terlalu berpengaruh dengan keadaan sekitar. Seandainya belum putus, bisa-bisa aku jadi seperti udang yang baru direbus, wajah menjadi merah merona -- lumayan... Nggak usah beli biore lagi.
Singkat cerita, setelah kejadian terkutuk itu terjadi, aku langsung mencari Luci untuk minta pertanggung jawaban atas kehamilanku. LHO???? Bukan...bukan.. Minta pertanggungjawaban atas bibirnya yang menempel di leherku. Tapi untuk membuat dia mempertanggung jawabkannya ternyata nggak semudah membalik telapak tangan gajah. Harus pake tindak kegelian dulu baru dia mau menghapus bibir yang ternoda itu. Benar-benar kejadian yang nggak normal yang aku alami di kehidupanku yang mungkin bisa dibilang hampir jauh dari kata normal juga. Yaahh...... Itulah akibat dari ketidak normalan bibir merah. -- ?? --
D4: Jalan itu..
9 years ago